Dangdut Gado-gado dari Paris

Sebenarnya, kalau Igor memilih salah satu saja, reggae misalnya - yang belum banyak dimainkan pemusik lain di sini --kehadirannya bisa lebih tegas.

Majalah Tempo 1 Agustus 1981

11/3/20251 min baca

LANGKAH PERTAMA

Music/Vokal: Igor Tamerlan

Produksi: Musica Studio

Resensi oleh Yudhistira ANM Massardi.

ANAK Sunda kelahiran Belanda, yang hidup di Paris sampai usia 27 tahun ini, barusan mudik. "Untuk memperkenalkan diri," ujarnya, sembari menunjuk kasetnya yang baru beredar: Langkah Pertama.

Igor Tamerlan Djoehana Wiradikarta namanya. la mengaku tengah belajar arsitektur. Yang ditunjukkannya ternyata belum lagi merupakan sosok kepribadian yang jelas. Secara samar-samar memang nampak usahanya untuk berbeda dari yang lain -- dengan mengolah musik reggae. Tapi juga bukan jenis itu benar yang digebrakkannya.

Rupanya ia ingin mengambil banyak jurusan. Bahkan misalnya, secara jujur ia mengakui kehebatan musik Rhoma Irama. Sebuah lagunya, dalam kaset itu, dipersembahkannya kepada raja dangdut itu. Toh ia menganggap musik reggae yang digandrunginya sejak 1973 -- satu kelas dengan dangdut. Sebab, "sama-sama musik jalanan." Juga sama-sama dicirii oleh hentakan gendang atau dramnya.

Pendeknya, anak muda yang memainkan sendiri seluruh instrumen musiknya itu, tak malu-malu. Kasetnya berisi delapan lagu. Sebuah menggunakan sajak Rendra (Lautan) dan sebuah puisi Chairil Anwar (Aku). Entah hanya untuk sensasi atau memang ia merasa dekat betul pada dunia sastra. Tapi menurut pengakuannya, sajak-sajak itu ditemukannya ketika suatu kali ia membuka-buka sebuah antologi puisi, di Paris. Keduanya kemudian dimasukkan ke dalam komposisi yang sudah lama jadi, sekitar 1<< tahun yang lalu, katanya. Dan itulah yang dijadikan perangsang dalam publikasinya ternyata.

Lautan, lagu terpanjang, memang menjadi nomor paling menarik dalam Langkah Pertama ini. Terutama karena melodinya, yang berangkat dari gamelan Bali, secara sadar dilepasbebaskannya pada kemampuan bunyi peralatan musik rock, Igor memang hanya menangkap semangatnya, bukan bentuk fisik gamelan itu. Sehingga tak artifisial benar. Juga bukan semangat sajak itu sendiri.

Sebagaimana terdengar pada Aku, Igor menjadikannya sebagai unsur bunyi jadi jika dituntut penafsiran yang benar, kedua sajak itu memang menjadi terasa sangat dangkal. Sedang reggae-nya hanya terdengar pada Ariba Jakara, Pemalas dan Enak Skaly -- yang dipersembahkan pada Rhoma Irama dan sangat dekat pada dangdut. Selebihnya boleh dibilang rock.

Sebenarnya, kalau Igor mau memilih salah satu saja, reggae itu misalnya - yang belum banyak dimainkan pemusik lain di sini --kehadirannya bisa lebih tegas. Apalagi kemampuannya membuat aransemen - meskipun gado-gado - boleh juga.